Senin, 05 Maret 2012

PENGECUALIAN DALAM KETERBUKAAN INFORMASI

Keterbukaan informasi publik di Indonesia masih menyisakan masalah. Banyak badan publik yang mengalami kesulitan dalam menerapkan pengecualian dalam UU KIP. Sejak diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada tahun 2010 sampai dengan sekarang, sudah ada kurang lebih 495 kasus yang diajukan ke Komisi Informasi Pusat. Dari jumlah itu, sebanyak 30% merupakan sengketa mengenai penafsiran pengecualian dalam keterbukaan iformasi, sedangkan 70% sisanya berkaitan dengan masalah prosedural.

Kesimpulan ini terungkap dalam diskusi seharian yang dilaksanakan oleh Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) dan Centre for Law and Democracy (CLD) di Jakarta, Senin (5/3). Diskusi untuk menyongsong 2 tahun keterbukaan informasi publik ini menghadirkan kurang lebih sepuluh narasumber. Peneliti ICEL, Dessy Eko Prayitno, mengatakan penafsiran mengenai pengecualian dalam keterbukaan informasi berfariasi. Selain itu, pengecualian itu diatur dalam banyak peraturan. Lebih lanjut Prayitno mengatakan bahwa tidak ada pengecualian yang mutlak dalam keterbukaan informasi selain kerahasiaan pribadi.

Michael Karanicolas dari CLD mengatakan, kemutlakan pengecualian dari kerahasian pribadi tergantung dari cara kita melihat dan tergantung karakter suatu negara. “Kerahasiaan pribadi tidak mutlak”, kata Michael. Hal ini misalnya, mengenai identitas seseorang, hobi, catatan keuangan. Di India, hal itu tidak dikecualaikan. “Jadi tidak ada kemutlakan dalam pengecualian dari sisi keterbukaan informasi”, katanya.

Hakim agung, Paulus L. Effendi, menegaskan perlu adanya sinkronisasi peraturan perundang-undangan.” Karena pengecualian keterbukaan informasi itu tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undagan, maka perlu adanya sinkronisasi”, kafa Paulus.

Perdebatan perdebatan itu mengkerucut pada suatu kesimpulan bahwa suatu informasi dapat dikecualikan apabila masih dalam proses dan belum mencapai final. Misalnya, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) seorang saksi atau tersangka. Pejabat publik tidak bisa membongkar atau memublikasikan identitas dari tersangka. Kerahasiaan itu baru bisa dibongkar apabila seseorang yang diduga bersalah dinyatakan bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. (AJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar