By: Alfeus Jebabun
Lonceng kematian penegakan hukum
seakan hendak dibunyikan. Hukum tajam ke bawah (kaum marjinal) tumpul ke atas
(penguasa), menjadi aba-aba.Terdakwa dalam kasus Sandal Jepit, Kasus Kakao dan
lain-lain diperlakukan terbalik dibandingkan dengan perlakuan yang diterima
Gayus Tambunan, Artalita Suryani atau (mantan) Gubernur Kutai Kertanegara
Syaukani.
Kondisi penegakan hukum itu rupanya
membuat gerah para sesepuh dunia hukum. Mereka merasa Penegakan hukum dinilai
sedang sakit karena tak bisa memberikan keadilan kepada masyarakat. Lantas,
karena tidak tega melihat ‘wajah’ hukum Indonesia seperti itu, para pendekar
itu pun menyampaikan rasa keprihatinannya.
“Pernyataan keprihatinan atas
sakitnya penegakan hukum di Indonesia,” ujar mereka yang tergabung dalam
Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan di Jakarta, Selasa (7/2). Para pendekar
itu adalah Adi Andojo (mantan Hakim Agung), Benyamin Mangkudilaga (mantan Hakim
Agung), Bismar Siregar (mantan Hakim Agung), Chaerul Umam (mantan jaksa),
Bambang Widodo Umar (mantan polisi), Frans Hendra Winata (advokat), dan
Humphrey Djemat (advokat). Turut mendampingi para senior, hadir pula Jhonson
Pandjaitan (advokat) dan Yenti Ganarsih (akademisi Fakultas Hukum Universitas
Trisakti). Acara ini digelar di Rumah Sakit Jakarta sebagai bentuk simbolik
sakitnya hukum di Indonesia.
Dalam rasa keprihatinannya, tujuh
rekomendasi pun mereka tawarkan bagi penegakan hukum di negeri ini. (1) Kembali
pada komitmen bersama bahwa hukum sebagai panglima; (2) Pemerintah menjamin
penegakan hukum secara lebih mandiri, terlebih pada kasus korupsi dan kasus
yang melibat pejabat negara; (3) Memperbaiki pola rekrutmen calon aparat
penegak hukum agar menghasilkan aparat yang profesional dan berintegritas; (4)
Mewujudkan aparat penegak hukum yang lebih mengedepankan rasa keadilan
masyarakat; (5) Segera mengsahkan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang telah
disempurnakan menjadi undang-undang dengan memperhatikan masukan dari para
pakar yang kompeten; (6) Mensinkronkan fungsi dan wewenang antara Komisi
Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial dan lembaga pengawas
profesi advokat guna menjamin adanya kerja sama dan koordinasi secara aktif
untuk menghilangkan praktek mafia hukum; dan (7) Merevisi dan melakukan
harmonisasi aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum.
Yenti Ganarsih mengatakan pernyataan
sikap dan rekomendasi yang akan ditandatangani para sesepuh ini akan diserahkan
ke lembaga-lembaga penegak hukum. “Kami akan serahkan pernyataan dan
rekomendasi ini ke Polri, Kejagung, KPK, MA dan Komisi III DPR,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar