Kamis, 09 Februari 2012

TURUN GUNUNG SELAMATKAN “WAJAH” HUKUM



By: Alfeus Jebabun

Lonceng kematian penegakan hukum seakan hendak dibunyikan. Hukum tajam ke bawah (kaum marjinal) tumpul ke atas (penguasa), menjadi aba-aba.Terdakwa dalam kasus Sandal Jepit, Kasus Kakao dan lain-lain diperlakukan terbalik dibandingkan dengan perlakuan yang diterima Gayus Tambunan, Artalita Suryani atau (mantan) Gubernur Kutai Kertanegara Syaukani.
Kondisi penegakan hukum itu rupanya membuat gerah para sesepuh dunia hukum. Mereka merasa Penegakan hukum dinilai sedang sakit karena tak bisa memberikan keadilan kepada masyarakat. Lantas, karena tidak tega melihat ‘wajah’ hukum Indonesia seperti itu, para pendekar itu pun menyampaikan rasa keprihatinannya.
“Pernyataan keprihatinan atas sakitnya penegakan hukum di Indonesia,” ujar mereka yang tergabung dalam Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan di Jakarta, Selasa (7/2). Para pendekar itu adalah Adi Andojo (mantan Hakim Agung), Benyamin Mangkudilaga (mantan Hakim Agung), Bismar Siregar (mantan Hakim Agung), Chaerul Umam (mantan jaksa), Bambang Widodo Umar (mantan polisi), Frans Hendra Winata (advokat), dan Humphrey Djemat (advokat). Turut mendampingi para senior, hadir pula Jhonson Pandjaitan (advokat) dan Yenti Ganarsih (akademisi Fakultas Hukum Universitas Trisakti). Acara ini digelar di Rumah Sakit Jakarta sebagai bentuk simbolik sakitnya hukum di Indonesia.
Dalam rasa keprihatinannya, tujuh rekomendasi pun mereka tawarkan bagi penegakan hukum di negeri ini. (1) Kembali pada komitmen bersama bahwa hukum sebagai panglima; (2) Pemerintah menjamin penegakan hukum secara lebih mandiri, terlebih pada kasus korupsi dan kasus yang melibat pejabat negara; (3) Memperbaiki pola rekrutmen calon aparat penegak hukum agar menghasilkan aparat yang profesional dan berintegritas; (4) Mewujudkan aparat penegak hukum yang lebih mengedepankan rasa keadilan masyarakat; (5) Segera mengsahkan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang telah disempurnakan menjadi undang-undang dengan memperhatikan masukan dari para pakar yang kompeten; (6) Mensinkronkan fungsi dan wewenang antara Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial dan lembaga pengawas profesi advokat guna menjamin adanya kerja sama dan koordinasi secara aktif untuk menghilangkan praktek mafia hukum; dan (7) Merevisi dan melakukan harmonisasi aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum.
Yenti Ganarsih mengatakan pernyataan sikap dan rekomendasi yang akan ditandatangani para sesepuh ini akan diserahkan ke lembaga-lembaga penegak hukum. “Kami akan serahkan pernyataan dan rekomendasi ini ke Polri, Kejagung, KPK, MA dan Komisi III DPR,” katanya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar